Sebuah majalah menuliskan satu ramalan sebagai berikut: Dana besar akan anda dapatkan di pertengahan bulan ini. Cobalah untuk membuat rencana yang sesungguhnya. Percayakan pada orang yang bertanggungjawab dalam urusan keuangan. Empati boleh saja. Asal jangan sampai anda dikatakan meniru gaya orang. Just be your self saja ! Tentang Asmara, belum ada gantinya. Sementara untuk keuangan : Kas masih kosong.
Tak salah lagi, ramalan tersebuat adalah isi zodiak, ramalan bintang yang jumlahnya 12 buah. Ini artinya, sejumlah umat manusia didunia dikelompokan menjadi 12 sifat ramalan nasib, disesuaikan dengan bintangnya masing-masing.
Sekilas kita bisa menyakininya. Betapa tidak. Dalam sebuah ramalan, misalnya, seseorang berbintang pisces diramal akan sukses bila ia membuat rencana yang sesungguhnya dan matang dalam bisnisnya. Soal keuangan, ramalan tersebut juga menganjurkan agar si pemilik zodiak mesti mempercayakan pada orang yang memiliki rasa tanggung jawab dan cakap dalam mengelolanya. Kalau hal ini dilakukan, maka nasib Anda bulan pun akan bagus. Demikian pernyataan sang peramal di salah satu media. Ikhwal ini, hati kita barangkali akan berkata bahwa ramalan semacam ini siapapun bisa membuatnya. Prediksi nasib seperti ini, semestinya, tidak hanya diperuntukan bagi si pemilik bintang Pisces semata, pemilik 11 bintang lainnya pun bisa menerapkannya.
Selain astrologi, ramalan lainnya yang kian marak adalah bacaan goresan jemari dan telapak tangan, menggambar garis dipasir, melempar kerang laut, mengamati cangkir teh atau kopi dan bola-bola kristal dan lain-lainnya. Semua ini merupakan kebiasaan media untuk mendongkrak pembacanya, yakni memanfaatkan jasa para peramal. Peramal itu bisa disebut dukun, paranormal, atau “orang pintar’. Ironisnya, yang lebih mengenaskan, banyak orang yang menganggap peramal itu sebagai ahli agama dengan sebutan Pak kyai atau Ajengan. Mereka ini dianggap memiliki kemampuan mengetahui perkara gaib, sehingga banyak kalangan masyarakat menanyakan ihwal masa depan mereka.
Demikianlah, sungguh dunia mistik sedemikian mengejalanya di tengah-tengah kita, meskipun kita berada di dunia peradaban sains dan teknologi. Ini adalah sosok bangsa yang mundur di dunia gaib yang tanpa dasar iman di tengah kemajuan zaman.
Yang lebih membahayakan lagi bila kalangan birokrat kita rajin mengunjungi kyai atau ajengan, paranormal atau dukun untuk meminta amalan atau azimat dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kedudukan dalam jenjang karir di pemerintahan. Begitu juga bila ada pada para pengusaha yang datang ke mereka untuk cepat mendapatkan proyek. Sungguh berbahaya. Inilah sebagian contoh gempitanya dunia mistik ditengah-tengah kita. Banyak kalangan meminta pendapat para peramal untuk mengantisipasi kejadian masa depan. Diantara mereka ada yang melakukan tabor bunga dan ritual-ritual yang melanggar syariat. Ini berarti para dukun dan sejenisnya itu seperti wakil Tuhan di bumi. Naudzubillah.
Dampak Perdukunan
Kita sulit membayangkan, bagaimana bila sekiranya sebagian besar para pemimpin negeri kita begitu yakin dengan ramalan para dukun atau semacamnya. Kita akan mendapatkan kondisi syirik (mempersekutukan Allah) secara merajalela. Pertama, para pemimpin akan menjadi teladan rakyatnya. Yakni, annaasu ‘alaa diini mulukihim (kebaikan atau keburukan masyarakat itu bergantung pada baik buruknya agama para pemimpin). Kedua, kita akan menjumpai para pejabat yang korup. Mereka serakah dan rakus kekuasaan. Diantara mereka saling menjegal, dan masing-masing mempunyai pembela dari dukunnya masing-masing melalui kekuatan magis jin-jin peliharaan mereka. Ketiga, rakyat akan jatuh dalam jurang multi krisis, termasuk ekonomi. Kita menjadi bangsa yang miskin ditengah-tengah sumber daya alam yang melimpah. Kita menjadi manusia pengangguran ditengah hadirnya proyek raksaksa para penguasa yang juga pengusaha. Kita menjadi bangsa yang bodoh karena dibuat bodoh oleh segelintir orang. Sebagai perbandingan, kita dapat merenung pada kisah kezaliman Fir’aun yang musyrik itu dinegeri Mesir kuno. Bayangkan jika fir’aun-fir’aun modern masih tumbuh subur, apalagi sampai ke negeri kita.
Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa pejabat yang mempertahankan dan mempertaruhkan jabatannya dengan menggunakan kekuatan magis para dukun adalah mereka yang zalim. Al-Qur’an menyatakan bahwa sesungguhnya syirik itu benar-benar merupakan kezaliman yang besar (Qs: Lukman 31:13). Dan jika perbuatan zalim telah merajalela dikalangan para pemimpin negeri, maka kerusakan disemua sektor kehidupan pun pasti akan terjadi. Allah berfirman: “Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak menyadarinya” (Qs: Al-An’am 123).
Bayangkanlah sekali lagi, jika para pembesar negeri kita telah melakukan penipuan melalui kekuasaannya, maka hak-hak rakyat akan dirampas. Hal inilah yang pernah disampaikan Rasulullah pada 14 abad silam dalam kumpulan hadist pemberitaan gaib bahwa pada sejarah masa depan akan lahir raja-raja yang menggigit (Muluk Aadl) dan raja-raja yang sombong / memaksa (Muluk Jabariyyah). Dan raja semacam ini tengah kita rasakan sekarang.
Banyak hadist yang menegaskan Rasulullah sangat melarang kita untuk mempercayai ramalan para dukun. “Maka janganlah kamu mendatangi peramal (Arraf), lalu menanyakan sesuatu padanya, maka baginya tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim).
Sementara dalam riwayat Bukhari disebutkan : Rasululah mengimani kami (para sahabat) shalat Subuh di Hudaibiah setelah hujan turun sepanjang malam. Ketika beliau selesai, beliau berbalik dan menatap para jemaah dan berkata: Kamu tahu apa yang Tuhanmu katakan? Mereka berkata ; Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu. Beliau bersabda: Allah berfirman: Suatu pagi salah satu hamba-Ku menjadi orang beriman kepada-Ku dan yang satu menjadi tidak beriman. Yang satu berkata: Kami telah beri hujan atas rahmat dan ampunan dari Allah. Dialah seorang yang beriman kepada-Ku dan tidak beriman kepada bintang. Yang lainnya berkata: kami telah diberi hujan oleh bintang. Dialah seorang yang tidak beriman kepada-Ku dan yang beriman kepada bintang (musyrik).
Fenomena Masyarakat
Akhir-akhir ini negeri Indonesia banyak mendapat bencana alam, bencana transportasi, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Banyak kalangan yang meminta pendapat paranormal, mengapa musibah ini sering terjadi. Beberapa ritual keagamaan kerap dilakukan. Ada juga yang melakukan tabur bunga di laut dan di darat. Sungguh menyedihkan bangsa ini. Padahal, bila inginmerujuk bagaimana sahabat Umar bin Khattab, khalifah kedua, memberi peringatan kepada umat takala Madinah mendapat gempa. Beliau memberi nasihat dengan mengajukan pertanyaan: Dosa dan Maksiat apa yang kita lakukan selama ini, sehingga Allah mengingatkan dengan gempa?. Beliau berkomentar lagi. Jika gempa ini terjadi untuk yang kedua kali, maka segera kita meninggalkan Madinah. Ini bukan peringatan atau cobaan lagi. Tetapi bisa jadi azab Allah lantaran dosa kolektif yang kita lakukan. Ini adalah ucapan seorang pemimpin yang tegas, pemimpin yang selalu memberi teladan dengan gaya hidup sederhana dan tawadhu, jauh dari kemewahan dan keserakahan.
Kita yang beriman begitu yakin dengan firman Allah: “Maka takala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka. Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Qs. Al An’am: 44). “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya” (Qs. Al-Anfaal: 25).
Dua ayat ini menerangkan betapa azab itu dapat terjadi bila dosa maksiat menjadi tradisi kehidupan suatu bangsa. Ini sebagai peringatan untuk memberi kesadaran kembali ke syariat Allah. “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. As-Sajdah: 21).
Untuk meraih keberkahan hidup, sebagai hamba yang beriman, sebaiknya, sangat yakin dengan firman Allah, bukan dengan ramalan para dukun atau sejenisnya. Sebab Allah swt, sendiri menjanjikan: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-Aaraf 7:96)
0 komentar:
Posting Komentar