Home » » Peace, Yo ! ! ! (Psiko)

Peace, Yo ! ! ! (Psiko)

Kenyataan seringkali tidak sesuai dengan impian. Jadi langsung bete? Jangan, dong …… Saatnya berdamai dengan diri sendiri !

     Kadang-kadang kita sudah merencanakan sesuatu secara begitu sempurna dengan harapan semua berjalan lancar. Sayangnya, kita tidak bisa memprediksi apa yang bakal terjadi besok atau 5 menit berikutnya.
     Banyak kejadian yang datang dalam hidup kita tanpa kita undang atau kita ingini. Tetapi jangan sampai peristiwa yang tidak mengenakan ini bikin kita keterusan bete. Kita kudu bisa menghadapinya kalau nggak mau makan hati sendiri. Mau tahu? Jangan buang waktu lagi buruan baca!


Temen Nyebelin
     Jumat malam kita bela-belain lembur menyelesaikan tugas rekan kerja yang pulang lebih cepat karena pacarnya masuk rumah sakit. Kita harus rela membatalkan makan malam dengan pacar, uh garing banget!
     Dalam perjalanan pulang, kita memergoki si rekan kerja asyik ngopi di sebuah kafe bareng pacarnya! Rasanya pengen langsung melabrak dan menjambak rambutnya!

Hadapi dengan:
     Marah, sih, boleh, asal tahu cara penyaluran yang baik. Sebuah Survei menjelaskan, jika kita mendahului emosi daripada logika , hal ini bisa jadi bumerang. Biasanya nih, kita baru menyesal kenapa tidak bisa mengendalikan emosi kita setelah kita mengeluarkan amarah kita. Padahal, dengan marah sambil berteriak-teriak, selain tidak akan menyelesaikan masalah, kita sendiri bakal malu dilihat banyak orang!
     Atur emosi kita. Ingatkan diri untuk mengatur napas dalam-dalam sebelum melakukan tindakan. Pasokan oksigen ke otak bikin kita berpikir lebih jernih, sehingga bisa menghindari tindakan gegabah. Pikirkan kembali penyebab kemarahan dan cobalah berpikir secara logis.
     Menurut saya, “Cara terbaik menyalurkan marah adalah bersikap asertif. Emosi kita tetap tersalurkan tapi kita juga masih menghargai orang lain.”


Ditinggal Pergi
     Wajar jika kita sedih saat kehilangan orang-orang terdekat yang kita sayangi. “Tapi kita harus mulai waspada jika perasaan sedih itu berlarut-larut dalam diri kita, memakan waktu sampai berbulan-bulan. Kita memilih mengurung diri sendiri dan tidak bisa bekerja atau belajar secara efektif.”

Hadapi dengan:
     Menyangkal kesedihan hanya akan membuat beban kita terasa lebih berat. Memberi waktu pada diri sendiri untuk berduka itu memang harus, namun jangan sampai larut dalam kesedihan dan hidup jadi ikutan berhenti.
     Saya menyarankan, cara paling mudah untuk mengatasi kesedihan adalah kembali ke Religi dan menerima kejadian buruk sebagai bagian dari takdir. “Masa ‘berkabung’ biasanya berlangsung selama seminggu setelah ditinggal orang terdekat. Saat-saat ini, jika kita ingin menangis, lakukan saja, karena ini adalah salah satu jalan untuk melepaskan emosi.”
     Meskipun nggak gampang, usahakan selalu melihat sisi positif dari tiap kejadian. Dengan begini, kita jadi lebih bisa mandiri, dewasa, dan tangguh dalam menghadapi hidup setelah ditinggal oleh orang yang kita sayangi.


Dihantui Rasa Bersalah
     Setiap orang pasti ingin bisa melakukan segala sesuatu tanpa melakukan kesalahan sedikitpun. Namun dalam prakteknya, kadang-kadang kita khilaf dan berbuat salah. Akibatnya tidak hanya diri kita sendiri yang dirugikan, tapi juga orang lain. Misalnya, nih, gara-gara ketidak-telitian kita, klien prospektif gagal didapatkan. Padahal bos telah mempercayai kita sebagai kepala tim proyek karena melihat kemampuan kita selama ini.
     Sudah sewajarnya kita merasa bersalah saat melakukan kesalahan. Kena marah dan disebelin, sih, sudah resiko. Namun bayangan rasa bersalah akan terus menghantui kita jika terus-terusan menyalahkan diri sendiri.
     Penulis melihat, beberapa orang sampai berniat menghukum diri sendiri karena merasa bersalah. Tapi tidak sedikit orang tidak mampu mengatasi perasaan ini, sehingga menyakiti diri sendiri, bahkan sampai depresi dan berniat bunuh diri. Ih …… Serem!

Hadapi dengan:
     Memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang fatal bukanlah hal mudah. Tapi kita harus bisa melakukannya agar bisa meneruskan hidup kita. Sadari bahwa kita enggak sengaja melakukan kesalahan tersebut dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.
     Kesalahan bisa membuat kita belajar tentang banyak hal. Kita tahu penyebab kegagalan mendapat klien karena tidak teliti, dalam tugas berikutnya kita akan bekerja dengan ekstra teliti.
     Mau menebus kesalahan sebelumnya? Gampang banget, buktikan kalau kita tidak akan mengulangi kesalahan dan bekerjalah dua kali lebih teliti dan lebih baik. Selalu ada sisi positif dari setiap kejadian, kok. Tergantung kita saja, apakah mau melihat ke bagian positif itu atau tidak?


Terlalu Cemburu
     Cemburu itu tanda cinta? Bisa bener sekaligus salah. Rasanya cemburu muncul karena kita takut kehilangan orang yang kita sayangi, atau bisa juga karena nggak pede dengan keadaan diri sendiri. Tapi kalau kita cemburu gara-gara melihatnya makan siang bareng dengan rekan-rekan kerjanya, wah … enggak worth it-lah! Toh, kita juga melakukan hal yang sama (makan siang dengan rekan kerja lawan jenis, maksudnya …). Cemburu kayak gini enggak perlu dikembangkan lagi, deh!
     Lain kali kalau si dia selalu menolak jalan bareng kita, tapi bersedia jalan bareng satu temen ceweknya. Kalau begini, sih, kita boleh sebal dan cemburu. Tapi jangan sampai gara-gara cemburu, kita sampai ‘memborgol’ dia.

Hadapi dengan:
     Cemburu yang berlebihan malah bisa bikin kita menderita. Si dia tidak membalas SMS, nggak bertemu beberapa hari, bawaannya curiga melulu! Sementara kita capek memikirkan sisi negatifnya si dia, tahu-tahu dia sibuk main PS dengan keponakannya. Hah … useless!
     “Sebaiknya bikin kesepakatan, biar batas cemburu itu jelas. Ceritakan hah-hal apa yang bisa bikin kita cemburu, dan minta si dia untuk menceritakan hal yang sama. Penyelesaian untuk tiap pasangan selalu berbeda, tergantung kesepakatan yang dibuat bersama,” begitu menurut saya

Aku Lebih Baik!
     Jika kita memiliki kelebihan, kecenderungan untuk memamerkannya pasti kuat banget. Mulai dari kemampuan bahasa Prancis diatas rata-rata, sampai punya pacar ganteng atau cantik, siap disebarluaskan keseluruh dunia.
     Sayangnya kita sering lupa batasan antara bangga dengan sombong. Iya, sih, bahasa Inggris kita bagus banget, tapi nggak usahlah setiap ngobrol menggunakan bahasa Inggris seakan-akan tidak bisa bahasa Indonesia!
     Menurut saya, “Orang pede masih bisa menghargai kelebihan orang lain. Sementara orang sombong selalu menganggap rendah orang lain. Makanya orang sombong agak sulit menjalin hubungan, karena baginya orang lain itu nggak ada apa-apanya.”

Hadapi dengan:
     Biar rasa bangga nggak berubah jadi sombong, latihlah sensitivitas terhadap lingkungan. Ketika kita sedang membanggakan diri sendiri, perhatikan reaksi di sekitar kita. Kalau orang lain mulai mencibirkan mulut ketika kita bicara, sah dapat label cewek sombong, tuh.
     Kita kudu banyak bergaul biar tahu sebenarnya kelebihan kita dibanggakan atau tidak. Bangga itu perlu, kok agar kita tambah percaya pada kemampuan pribadi. Namun, mengakui kelebihan orang lain juga penting agar kita lebih terpacu untuk mencapai yang terbaik.


Memendam Dendam
     Marah berkepanjangan bisa menimbulkan dendam jika kita nggak mau memaafkan orang yang sudah menyakiti kita. Saking kesalnya, kita cenderung mengingat kejadian dan orang yang bikin kita sakit hati. Biarpun dia sudah minta maaf, kita nggak mau memaafkan dia.
     Tingkatan dendam juga berbeda-beda. Awalnya, sih, cuma mengingat dalam hati, lama-lama kita benar-benar nggak mau berhubungan lagi dengan orang itu. Padahal kalau di pikir-pikir, sayang’kan, harus kehilangan seorang teman gara-gara kita menutup hati untuk memaafkannya ……

Hadapi dengan:
     Mulai memaafkan diri sendiri, dan diteruskan dengan mencoba memaafkan orang lain. Coba renungkan, jangan-jangan kita sebenarnya sudah kangen padanya tapi gengsi kita tertalu tinggi sehingga nggak mau maafin dia.
     Saat dia menyakiti kita mungkin sulit banget rasanya buat memaafkan, tapi masa sih, kita mau berantem lama-lama karena kesalahan yang sudah berlalu? Sadari pula bahwa kita bisa saja melakukan kesalahan yang sama, dan menyakiti orang lain tanpa kita sadari. Kalau berada dalam posisi itu, nggak mau’kan, dimusuhi lama-lama?


Minder
     Perasaan minder akan muncul saat mengetahui bahwa banyak orang yang ‘lebih’ dari diri kita : lebih cantik atau ganteng, lebih pintar, lebih tajir, dan lebih-lebih lainnya. Kita jadi semakin merasa tidak ada apa-apanya.
     Sebenarnya, nih, kita punya potensi dan kelebihan, hanya tidak menyadarinya karena yang kita pakai sebagai tolok ukur adalah materi atau penilaian orang lain. Orang yang minder biasanya cenderung menutup diri, baik terhadap pengetahuan baru maupun orang baru di sekitarnya. Menurut saya, “Kita butuh keluarga dan sahabat untuk bisa membebaskan kita dari rasa minder.”

Hadapi dengan:
     Tidak ada orang yang sempurna. Jika kita memiliki kekurangan, terima keadaan tersebut sebagai hal yang wajar. Tinggal bagaimana kita memaksimalkan kelebihan kita dan mencari cara untuk mengatasi kekurangan diri kita.
     Mulailah meluaskan wawasan dengan menyerap informasi sebanyak-banyaknya! Sekali lagi, jangan menaruh standar berdasarkan orang lain. Boleh jadi si dia jago marketing, tapi kalau urusan mendisain blog, kita lebih oke. Kenali diri lagi dan cari potensi yang ada dalam diri kita. Jadi, mulai sekarang … say good bye to minder dan malu-malu!

0 komentar: